Cari Blog Ini

Selasa, 04 Oktober 2011

ASKEP Cidera Kepala


CIDERA KEPALA

1.         PENGERTIAN
Trauma  kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak  disertai atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak.
 ( Brunner & Suddarth, 2000 )

Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran. ( Iwan, S.Kp, 2007 )

Trauma kepala  adalah   suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
( Suriadi & Rita Yuliani, 2001 )

Jenis Trauma Otak
a.       Trauma Primer
~ Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi/deselerasi utuh).
b.      Trauma Sekunder
~ Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi, intrakranial, hipoksia, hiperapnea, atau hipotensi sistemik.
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )

Jenis Trauma Kepala
a.       Robekan Kulit Kepala
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.


b.      Fraktur Tulang Tengkorak
Fraktur tulang tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak :
Garis patahan atau tekanan.
Sederhana, remuk atau compound..

c.       Terbuka atau Tertutup
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak.

2.         ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang kepala terdiri dari 3 lapisan
-          Tabula Eksterna
Merupakan lapisan yang keras
-          Diploe
Merupakan lapisan tulang “cancellous” dan mengandung banyak cabang – cabang arteri / vena diploika yang berasal baik dati permukaan luar maupun dari durameter.
-          Tabula Interna
Serupa tabula eksterna tetapi hanya lebih tipis, sehingga pada benturan tidak tertutup kemungkinan terjadi fraktur menekan pada tabula interna, dengan tabula eksterna tetapi intak.

Meningen
Membran jaringan ikat yang terdiri dari:
1.      Durameter (Pachymeninx)
a)   Lapisan paling luar, merupakan lapisan fibrosa, liat dan kuat.
b)      Membagi ruang antara kranium dan otak menjadi:
-          Ruang Epidural : antara tulang dan durameter
-          Ruang Subdural : antara durameter dan otak
c)      Terdiri dari 2 lapisan:
-    Lapisan luar : dikenal sebagai periosteum interna dan berhubungan dengan periosteum eksterna melalui foramen magnum.
-    Lapisan dalam : berjalan terus ke distal sebagai durameter spinal.
-    Dengan adanya struktur ini tidak terjadi komunikasi antara ruang epidural kepala dengan ruang epidural spinal.
d)     Mempunyai 4 bangunan lipatan durameter, yaitu:
a.       Falx Cerebri
b.      Tentorium Cerebri
c.       Difragma Sella
d.      Falx Serebeli

    1. Arakhnoid
a)      Membran jaringan ikat, tipis, tansparan, avaskuler terpisah dari durameter diatasnya hanya oleh sedikit cairan yang fungsinya sebagai pembasah.
b)      Di permukaan basal otak dan sekitar batang otak, piameter dan arakhnoid terpisah agak jauh sehingga terbentuk ruang sisterna subarakhnoid.
c)      Dibagian ventral baatang otak
1)      Sisterna kiasmatik : terletak di daerah kiasma optika
2)      Sisterna interpendukularis : terletak pada fossa interpedunkularis mesensefalon
3)      Sisterna pontin : terletak di persimpangan pontomedularis
d)     Dibagian dorsal batang otak
1.      Sisterna magna (sisterna cerebellomedullaris)
2.      Sisterna ambiens (sisterna superior)
    1. Piameter
a)      Lapisan meningen paling dalam, terdiri dari 2 lapis;
b)    Fungsi : sebagai pelindung masuknya bahan toksis atau mikroorganisme.
c)      Melekat pada parenkim otak / spinal, sehingga mengikuti bentuk sulkus-sulkus.
d)     Mengandung pembuluh darah kecil yang memebri makan pada struktur otak dibawahnya.
e)      Bersama dengan lapisan arakhnoid disebut Leptomeningen.

Pembagian otak ada 3 yaitu:
-Serebrum (otak besar)
Terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus
-    Hemisfer kanan dan hemisfer kiri
-    Lobus terdiri dari:
·               lobus frontal
         lobus terbesar, pada tosa anterior
         fungsi : mengontrol perilaku individu,kepribadian, membuat keputusan dan menahan diri
·               lobus temporal (samping)
         fungsi menginterpretasikan sensori mengecap, bau dan pendengaran
·               lobusparietal
         fungsi menginterpretasikan sensori
·               lobus oksipital (posterior)
                        fungsi menginterpretasikan penglihatan

-Serebelum (otak kecil)
Terletak di bagian posterior dan terpisah dari hemister serebral
Serebelum mempunyai fungsi merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.

-Batang Otak
Terdiri dari bagian-bagian otak tengah, pons dan medula oblongata:
-          otak tengah
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemister serebrum
-          pons
terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
-          medula oblongata
fungsi meneruskan serabut-serabut motorik dari otak medula spinalis ke otak

Sistem Syaraf Perifer
-          sistem syaraf somatik
-          sistem syaraf otonom : * susunan syaraf simpatis
 * susunan syaraf parasimpatis

      ~ Sistem syaraf Somatik
        Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengetur aktivitas otot sadar /  serat lintang.
      ~ Sistem syaraf Otonom
       Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting, mempengaruhi pekerjaan otot tak sadar (otot polos).
      Seperti: otot jantung, hati, pancreas, saluran pencernaan, kelenjar, dll.
Fungsi Sistem Persyarafan
1.      Menerima informasi (stimulus) internal maupun eksternal, melalui syarat sensori.
2.      Mengkomunikasikan antara syarat pusat sampai  syarat tepi
3.      Mengolah informasi yang diterima di medula spinalis dan atau di otak, yaitu menentukan respon.
4.      Mengatur jawaban (respon) secara cepat melalui syaraf motorik (efferent motorik palway), ke organ-organ tubuh sebagai kontrol / modifikasi tindakan.

Sirkulasi darah pada Serebral
Otak menerima sekitar 20% dari curah jantung. Kurangnya suplai darah ke otak dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel.
2 arteri yaitu arteri carotis interdan dan arteri vertebral adalah arteri yang menyuplai darah ke otak. Pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, terdapat sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri karotis interna dan vertebral, disebut sirkulus wilisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis internal. Sedangkan vena-vena pada serebri bersifat unik, karena tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran darah balik.

 ( Brunner and Sudarth, 2002 )

                                                

3.         ETIOLOGI
Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1.      Benda tajam
Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat.
2.      Benda tumpul
Dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.
            Penyebab lain:
-          kecelakaan lalulintas                         -   jatuh
-          pukulan                                             -   kejatuhan benda
-          kecelakaan kerja / industri                 -   cidera lahir
-          luka tembak                                                  
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 25 )

Mekanisme cidera kepala
1.        Ekselerasi
Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
2.        Deselerasi
Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak.
Contoh : kepala membentur aspal.
3.        Deforinitas
Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
Berdasarkan berat ringannya :
1)      Cidera kepala ringan   →        G C S : 13 – 15
2)      Cidera kepala sedang  →        G C S : 9 – 12
3)      Cidera kepala berat     →        G C S : 3 – 8
Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh dan terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yag menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau cedera coup-contra.coup.
( Hoffman,dkk,1996 ).
4.         PATOFISIOLOGI




5.         TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda dan gejala cedera kepala bisa terjadi segera atau timbul secara bertahap selama beberapa jam. Jika setelah kepalanya terbentur, seorang anak segera kembali bermain atau berlari-lari, maka kemungkinan telah terjadi cedera ringan. Tetapi anak harus tetap diawasi secara ketat selama 24 jam karena gejalanya mungkin saja baru timbul beberapa jam kemudian.
Cedera kepala ringan bisa menyebabkan muntah, pucat, rewel atau anak tampak mengantuk, tanpa disertai penurunan kesadaran maupun tanda-tanda lain dari kerusakan otak.
Jika gejala terus berlanjut sampai lebih dari 6 jam atau jika gejala semakin memburuk, segera dilakukan pemeriksaan lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi cedera kepala yang berat.
Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang memerlukan penanganan medis segera:
a.         Penurunan kesadaran
b.        Perdarahan
c.         laju pernafasan menjadi lambat
d.        linglung
e.         kejang
f.         patah tulang tengkorak
g.        memar di wajah atau patah tulang wajah
h.        keluar cairan dari hidung, mulut atau telinga (baik cairan jernih maupun berwarna kemerahan)s
i.          sakit kepala (hebat)
j.          hipotensi (tekanan darah rendah)
k.        tampak sangat mengantuk.
l.          Rewel
m.      penurunan kesadaran
n.        perubahan perilaku/kepribadian
o.        gelisah
p.        bicara ngawur
q.        kaku kuduk
r.          pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera
s.          penglihatan kabur
t.          luka pada kulit kepala
u.         perubahan pupil (bagian hitam mata).
Kontusio (gegar otak) adalah suatu penurunan kesadaran sementara yang terjadi segera setelah mengalami cedera kepala. Meskipun hanya berlangsung kurang dari 1 menit, gegar otak harus dievaluasi secara seksama. Anak seringkali tidak dapat mengingat cedera yang telah terjadi maupun peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera, tetapi tidak ditemukan gejala kerusakan otak lainnya.
Cedera kepala bisa menyebabkan memar atau robekan pada jaringan otak maupun pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak, sehingga terjadi perdarahan dan pembengkakan di dalam otak. Cedera yang menyebar menyebabkan sel-sel otak membengkak sehingga tekanan di dalam tulang tengkorak meningkat. Akibatnya anak kehilangan kekuatan maupun sensasinya, menjadi mengantuk atau pingsan.
Gejala-gejala tersebut merupakan pertanda dari cedera otak yang berat, dan kemungkinan akan menyebabkan kerusakan otak yang permanen sehingga anak perlu menjalani rehabilitasi. Jika pembengkakan semakin memburuk, tekanan akan semakin meningkat sehingga jaringan otak yang sehatpun akan tertekan dan menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Pembengkakan otak dan akibatnya, biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah terjadinya cedera.
Jika terjadi patah tulang tengkorak, maka cedera otak bisa lebih berat. Tetapi suatu cedera otak biasanya terjadi tanpa patah tulang tengkorak, dan suatu patah tulang tengkorak seringkali terjadi tanpa adanya cedera otak. Patah tulang di bagian belakang atau pada dasar tengkorak biasanya menunjukkan adanya dorongan yang kuat, karena bagian ini relatif tebal. Patah tulang ini tidak dapat dilihat pada foto rontgen maupun CT scan, tetapi dapat terlihat dari gejala-gejalanya:
a.         dari Hidung atau telinga keluar cairan serebrospinal (cairan bening dari sekeliling otak)
b.        penimbunan darah di belakang gendang telinga atau perdarahan dari telinga (jika gendang telinga telah pecah)
c.         penimbunan darah di dalam sinus (hanya dapat dilihat dari foto rontgen).
Pada bayi, selaput yang menyelubungi otak bisa menonjol melalui celah pada patah tulang tengkorak dan terjebak diantaranya, sehingga membentuk suatu kantung berisi cairan. Kantung ini terbentuk selama 3-6 minggu dan bisa merupakan pertanda awal dari adanya patah tulang tengkorak.Pada patah tulang tengkorak depresi, satu atau beberapa pecahan tulang menekan otak sehingga terjadi memar pada otak, yang bisa menyebabkan kejang. Kejang terjadi pada sekitar 5% anak-anak berumur lebih dari 5 tahun dan 10% anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, selama minggu pertama setelah terjadinya cedera kepala yang serius. Efek jangka panjang lebih sering terjadi jika kejang timbul 7 hari atau lebih setelah terjadinya cedera.
Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi adalah perdarahan diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan di dalam otak:
a.         Hematoma epidural adalah suatu perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada arteri atau vena pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam otak sehingga lama-lama kesadaran anak akan menurun.
b.        Hematoma subdural adalah perdarahan dibawah duramater, biasanya disertai dengan cedera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa mengantuk sampai hilangnya kesadaran, hilangnya sensasi atau kekuatan dan pergerakan Abnormal (termasuk kejang).
c.         Hematoma intraventrikuler (perdarahan di dalam rongga internal/ventrikel), hematoma intraparenkimal (perdarahan di dalam jaringan otak) maupun hematoma subaraknoid (perdarahan di dalam selaput pembungkus otak), merupakan pertanda dari cedera kepala yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.

6.         PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Scan – CT
      Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel, pergeseraan cairan otak.
b.      MRI
Sama dengan Scan –CT dengan atau tanpa kontras.
c.       Angiografi Serebral
      Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti  pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
d.      EEG
Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang  
e.       Sinar X  
      Mendeteksi adanya perubahan struktur  tulang (Fraktor) pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.
f.       BAER (Brain Auditory Evoked)         
Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .
g.      PET (Positron Emission Tomografi)
Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak.
h.      Pungsi Lombal CSS                              
Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.
i.        GDA (Gas Darah Arteri)                      
Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat menimbulkan
j.        Kimia/Elektrolit Darah                         
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK/perubahan
k.      Pemeriksaan Toksikolog                       
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
l.        Kaular Anti Konvulsan Darah              
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat yang cukup efektif untuk            
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )

7.         PENATALAKSANAAN
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan yang tepat, baik secara medik maupun non medik.
a.       Medik
1)      Manitol IV
Dosis awal 1 g / kg BB
Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg BB)
Hati-hati terhadap kerusakan ginjal
2)      Steroid
Digunakan untuk mengurangi edema otak
3)      Bikarbonas Natrikus
Untuk mencegah terjadinya asidosis
4)      Antikonvulsan
Masih bersifat kontroversial
Tujuan : untuk profilaksis kejang
5)      Terapi Koma
Merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara konservatif.
Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi edema & menurunkan TIK
Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.
6)      Antipiretik
Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.
7)      Sedasi
Gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK.
Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam.
Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.
8)      Antasida – AH2
Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.
Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain.
Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.
b.      Non-Medik
1)      Pengelolaan Pernapasan:
-          pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma.
-          periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada.
-          jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan penghisapan.
-          hindari flexi leher yang berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya jalan napas/peningkatan TIK.
-          trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring parah.
-          perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi pernapasan dan ekspansi dada.
-          berikan penenang diazepam.
-          posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari.
2)      Gangguan Mobilitas Fisik
-    posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot abnormal.
-    perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.
3)      Kerusakan Kulit
- menghilangkan penekanan dan lakukan intervensi mobilitas.

4)      Masalah Hidrasi
- pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.
5)      Nutrisi pada Trauma otak berat
-    memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi.
-    kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori.
-    bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan menurun.
            
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 66 – 69 )

8.         EPIDEMOLOGI
Hasil penelitian didapatkan bahwa korban cedera kepala akibat KLL terbanyak adalah kelompok umur 16 - 45 thn (75,7%) dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu (60,7%) dengan jenis pekerjaan terbanyak sebagai karyawan swasta/pekerja beresiko (78,6%) dan pengemudi merupakan korban terbanyak (76,4%) jenis kendaraan korban terbanyak sepeda motor (89,3%) dan lawan kendaraan korban terbanyak sepeda motor (48,6%). Kejadian KLL berdasarkan interval jam sibuk 07.00 - 17.00 (67,9%) untuk interval hari terjadi pada hari Sabtu dan hari libur (60,7%) kondisi jalan yang banyak terjadi KLL jalan lurus (69,3%), tingkat cedera kepala yang terbanyak dialami korban cedera kepala sedang (46,4%) sebagian besar korban menjalani rawat inap (75,7%). Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam jumlah dan sampel dan desain penelitian sehingga disarankan pada peneliti selanjutnya hendaknya sampel penelitian diperbesar dengan waktu yang lebih lama dan desain penelitian yang sesuai sehingga hasilnya dapat lebih bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan.

Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan masalah besar di dunia karena mortalitas dan morbiditas yang diakibatkannya. Secara umum cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas seperti tabrakan kendaraan, tertabraknya pejalan kaki, dan terjatuh dari kendaraan. Di Amerika data statistik menunjukkan setiap tahun cedera kepala terjadi pada 600.000 orang dengan porsi 2:1 dimana pria lebih sering mengalami cedera kepala dibandingkan wanita.
Data di Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan cedera dan luka berada di urutan 6 dari total kasus yang masuk rumah sakit di seluruh Indonesia dengan jumlah mencapai 340.000 kasus, namun belum ada data pasti mengenai porsi cedera kepala.Data rumah sakit seperti Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta pada tahun 2005 menunukkan kasus cedera kepala mencapai 750 kasus dengan mortalitas sebanyak 23 kasus.


9.         KOMPLIKASI
Komplikasi pada Trauma Kapitis :
-           Kebocoran cairan Serebrospinal
Akibat fraktor pada Fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktor tengkorak bagian petrous dari tulang temporol.
-          Kejang
Kejang pasca trauma dapat terjadi secara (dalam 24 jam pertama) dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
-            Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai hipofisis menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.
Hudak & Gallo ( 1996 )

10.     PROGNOSIS
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur anak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak yang mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian akibat cedera kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi.
Anak-anak yang bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan tingkat kecerdasan.